Minggu, 16 Februari 2014

Sumber Ajaran Agama Hindu Melalui Lontar



Lontar - Lontar
Jenis Jenis Lontar
Pokok-pokok ajaran Ketuhanan yang termuat dalam pustaka suci Veda dan Upanisad seperti yang diuraikan di atas ditulis kembali ke dalam lontar-lontar di Bali dengan menggunakan aksara Bali. bahasa Sansekerta-kepulauan, bahasa Jawa Kuna maupun bahasa Bali.

Lontar-lontar tersebut tersimpan dan terpelihara di Bali dalam jumlah yang cukup banyak, tersebar di berbagai tempat. Tempat-tempat tersebut seperti misalnya di: Gedong Kirtya Singaraja. Perpustakaan Universitas Udayana Denpasar, Perpustakaan Universitas Hindu Dharma Denpasar, Perpustakaan Universitas Dwijendra Denpasar, Kantor Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali Propinsi Bali dan lain sebagainya. Di samping itu tidak sedikit juga lontar-lontar itu tersimpan di rumah perorangan yang diwarisi secara turun-temurun, sebagai perpustakaan pribadi.

Isinya memuat berbagai hal yang terkait dengan Agama dan Kebudayaan Hindu di Bali. Sebelum sampai kepada lontar-lontar sumber ajaran filsafat Ketuhanan itu sendiri maka patut pula diketahui beberapa dari lontar-lontar tersebut, di antaranya sebagai berikut :
1
Lontar-lontar tentang puja.
Lontar ini berisi puja pegangan para Sulinggih pada waktu memuja dan "muput" upacara agama. Lontar-lontar ini memakai bahasa Sanskerta kepulauan. Beberapa di antaranya adalah:
  • Wedapankrama
  • Suryasewana
  • Arghapatra
  • Puja ksatrya
  • Puja-mamukur
  • Kajang-pitra-puja
2
Lontar-lontar tentang Yajna.
Lontar-lontar ini banyak benar jenisnya. Umumnya mengandung petunjuk-petunjuk umum untuk melakukan upacara yajna, baik mengenai jenis banten atau sesajennya, perlengkapannya dan sebagainya. Berikut adalah contoh nama lontar yang dimaksud :

  • Dewa-tatwa
  • Sundarigama
  • Wrhaspatikalpa
  • Yamapurwana tatwa
  • Kramaning madiksa
  • Dharma-koripan
  • Janma-prakerti
  • Anggastiaprana
  • Sri purana
  • Tatwa-siwa-purana.

Lontar Wariga
Lontar-lontar lain yang erat hubungannya dengan lontar Yajna ini adalah lontar-lontar Wariga, seperti :
  • Wariga Gemet
  • Wariga Krimping
  • Wariga
  • Wariga Parerasian
  • Wariga Palalawangan
  • Purwaka Wariga.

Lontar-lontar etika
Isinya adalah ajaran tentang etika, kebajikan dan tuntunan untuk menjadi orang "Sadhu" yaitu arif dan bijaksana, berbudi luhur, berpribadi mulia dan berhati suci. Yang termasuk lontar jenis ini antara lain:
  • Sarasamusccaya
  • Slokantara
  • Agastiaparwa
  • Siwasasana
  • Wratisasana
  • Silakrama
  • Pancasiksa

Lontar-lontar tattwa
Lontar-lontar jenis inilah yang memuat ajaran-ajaran Ketuhanan, di samping juga memuat ajaran tentang penjadian alam semesta, ajaran Yoga, ajaraa tentang "Kelepasan" dan sebagainya. Sebagian besar lontar - lontar ini bersifat Siwaistis. Beberapa di antaranya adalah :


Lontar- lontar Tattwa


Bhuwana Kosa
Synopsis


Lontar ini tergolong lontar yang tua umurnya. Hal ini tampak dari adanya teks Sansekertanya yang jumlahnya banyak, bahkan lebih banyak dari uraiannya dalam bahasa Jawa Kuna dan keadaan teksnya cukup baik. Isinya terdiri dari 11 patalah (Bab) yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Bagian pertama yang berisi uraian Bhatara Siwa kepada Srimuni Bhargawa yang lebih banyak menguraikan tentang "Brahma rahasya'' yaitu rahasia pengetahuan Brahma.
2. Bagian kedua, berisi uraian Bhatara Siwa kepada Dewi Uma, isterinya dan Sang Kumara puteranyu Dalam bagian ini lebih banyak menguraikan mengenai ajaran Jnana-siddhanta yaitu pengetahuan tertinggi untuk mencapai tujuan akhir berupa "kelepasan". Menurut lontar ini Tuhan disebut Bhatra Siwa. Bhatara Siwa bersifat trancendent dan immanen atau impersonal dan personal. Bhatara Siwa ada di mana-mana dan sekaligus mengatasi segala. Bhatara Siwalah menjadi sumber segala dan menjadi segala serta ternpat kembalinya segala itu. Alam semesta yang tampak ini hanya pemunculan sementara yang merupakan badan Nya yang tampak. Sedangkan Bhatara Siwa sendiri pada hakekatnya tak tampak oleh manusia.
Adapun proses "mengada''nya alam ini adalah melalui 12 tattwa, yaitu:
  • Bhatara Rudra/Siwa,
  • Sang Purusa
  • Awyakta
  • Budhi
  • Ahamkara
  • Panca tanmatra
  • Manah
  • Akasa
  • Bayu
  • Agni
  • Apah
  • Prthiwi
Seorang Yogiswara dengan "jnana wisesa" beliau akan bisa menemukanNya. Keadaan yang demikian itulah yang disebut "kamoksan" atau "Kelepasan" yang menjadi angan-angannya. Lontar Bhuwanakosa ini telah dialih aksarakan dan dialih bahasakan serta sudah diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali, Propinsi Bali, Tahun l991.





Ganapatitatwa
Synopsis

Lontar ini terdiri dari lebih kurang 60 sloka Sansekerta dengan terjemahannya ke dalam bahasa Jawa-Kuna, yang merupakan penjelasan Bhatara Siwa kepada puteranya Sang Hyang Gana. Isinya antara lain adalah mengenai proses penciptaan alam semesta.
Bahwa dari Surya lahirlah Ongkara, dari Ongkara lahir bindu dan dari bindu lahirlah Pancadaiwata : Brahma, Wisnu, Rudra, Siwa, Sadasiwa. Kemudian dari Paricadaiwatatma lahirlah Pancatanmatra, dari Pancatanmatra lahir Pancamahabhuta akhirnya dari Pancamahabhutha inilah lahir bumi, air, matahari, bulan, bintang, angin, suara. Dari bumi (bhuwana) lahirlah tumbuh-tumbuhan dan binatang. Adapun kelahiran manusia tak berbeda dengan lahirnya dunia (bhuwana) yang juga lahir dan bindu yang lahir pertama dan Ongkara.
Bagian lainnya lebih banyak menguraikan tentang ajaran Yoga seperti Sadangga Yoga yaitu:
  • Pratyahara Yoga,
  • Dhyana Yoga,
  • Pranayama yama Yoga,
  • Dharana Yoga,
  • Tarka Yoga dan
  • Samadhi Yoga.
Ajaran tentang asal-usul bijaksara-bijaksara seperti Ongkara-pranawa, Pancaksara-panca brahma, Tryaksara, Dasaksara dan Catur Dasaksara, cukup banyak diuraikan dalam lontar ini. Disamping itu tak ketinggalan pula diuraikan tentang "kelepasan"

Jnanasiddhanta
Synopsis

Lontar ini merupakan lontar yang amat penting artinya dalam upaya untuk memahami ajaran Ketuhanan yang dianut oleh umat Hindu khususnya yang di Bali. Dikatakan bahwa lontar ini adalah sebuah kompilasi yang mernuat ajaran Saiwasiddhanta, oleh karena ada beberapa bagian dalam lontar Jnanasiddhanta ini yang juga terdapat pada lontar lain, misalnya ada pada Bhuwanakosa, Ganapatitatwa dan sebagainya.
Isinya pada prinsipnya adalah tentang "Kamoksaan" menurut ajaran Saiwasiddhanta. Keseluruhan isinya terdiri dari 27 Judul, yaitu:
  1. Catur Viphala
  2. Prayoga-sandhi
  3. Sang Hyang Pranawa-Jnana Kamoksan
  4. Sang Hyang Branawa-Tridevi
  5. Sang Hyang Kahuwusan Jati-visesa
  6. Nirmala-jnana-sastra
  7. Panca Paramartha
  8. Sang Hyang Naisthika-Jnana
  9. Sang Hyang Maha Vindu
  10. Sang Hyang Saptongkara
  11. Sang Hyang Pancavimsati
  12. Sang Hyang Dasatma-Sang Hyang Vindu-Prakriya
  13. Pancatma
  14. Sang Hyang Upadesa-Samuha
  15. Sad-angga-yoga
  16. Sang Hyang Atma-lingga, Lingodbhava
  17. Utpeti-sthiti-pralina Sang Hyang Pranava
  18. Caturdasaksara-pindha, Utpati-sthiti Pralina
  19. Sang Hyang Bhedajnana
  20. Sang Hyang Mahajnana
  21. Sang Hyang Benem Vungkal
  22. Pranayama, Sangksipta-puja
  23. Sang Hyang Kaka-Hamsa
  24. Sang Hyang Tirtha, Sapta Samudra-Sapta-Patala
  25. Sang Hyang Saivasiddhanta
  26. Utpati-Sthiti-Pralina Sang Hyang Vindu, Abhyantara
  27. Jnanasiddhanta
Bhuwana sangksepa
Synopsis

Lontar ini memuat uraian Bhatara Siwa kepada isterinya Bhatari Uma dan puteranya Sang Kumara dalam 87 sloka dan terjemahannya ke dalam bahasa Jawa Kuna. Isinya antara lain mengenai proses penciptaan alam semesta.
Prosesnya adalah demikian:
  • Pertama yang ada hanyalah "Surya"
  • Dari Surya lahirlah matra nada
  • Kemudian lahir bindu, ardhacandra dan wiswa
  • Seterusnya lahirlah tryaksara, panca brahma, pancaksara dan swara-wyanjana yang merupakan badan dari dewa-dewa dalam pengider - ider.
Kemudian diuraikan pula mengenai Sapta loka:
  • Bhur loka atau manusa loka
  • Bhuwah loka atau Candra-ditya
  • Swah loka atau Wisnu loka
  • Mahaloka atau Brahma loka
  • Jana toka atau Rudra loka
  • Tapa loka atau Maha dewa loka
  • Surya loka atau Siwa loka yang dikaitkan dengan badan manusia.
Di samping itu juga diuraikan tentang Sapta Patala, Sapta Dwija, Sapta Arnawa dan Sapta Tirtha yang semuanya dikaitkan dengan bagian-bagian tertentu dalam tubuh manusia.
Sanghyang Mahajnana
Synopsis

Lontar ini terdiri dan 87 sloka dengan terjemahannya ke dalam bahasa Jawa-Kuna yang memuat penjelasan Bhatara Siwa kepada puteranya Sang Kumara.
Isinya antara lain tentang yang disebut "maturu" yaitu dasendrya dan yang disebut "matanghi" yaitu wayu dan teja; Tentang purusa dan prakrti, Siwa lingga, bahya lingga atma lingga. Kemudian tentang Saptapada yaitu : Jagrapada, Susupta pada, Swapnapada, Turyapada, turyantapada, Kewayapada, Paramakewalyapada.
Konsepsi mengenai Trimurti : Brahma, Wisnu, Maheswara, diuraikan dengan jelas yaitu tiga badannya dari Yang Tunggal. Keutamaan Sanghyang Ongkara dalam kaitannya dengan "kamoksan" serta peranan hati juga ada diuraikan dalam lontar ini.
Dalam lontar ini ada hal yang khas, yaitu bahwa setiap penjelasannya didahului dengan semacam teka-teki, seperti misalnya: apa yang merupakan api dalam air, apa yang dimaksud matahari terbit di malam hari, dan sebagainya
Tatwajnana
 

Kalau dalam lontar Bhuwanakosa, Wrhaspati-Tattwa, Ganapati Tattwa, Bhuwana sangksepa, Sanghyang Mahajnana, ada teks atau sloka Sansekerta maka dalam lontar Tattwa-jnana ini hal itu tidak ada sama sekali. Seluruh uraiannya berbahasa Jawa-Kuna dalam bentuk uraian berupa dialog seperti pada lontar-lontar terdahulu.
Isinya pada prinsipnya sama dengan isi Wrhaspati Tattwa yang akan diuraikan kemudian, hanya kadang kala ada perbedaan istilah. Misalnya saja kalau dalam Wrhaspati-Tattwa Rwa-bhineda tattwa itu terdiri dari Cetana dan Acetana maka dalam lontar ini disebut Siwa Tattwa dan Maya Tattwa disamping juga istilah Cetana dengan Acetana itu juga dipakai. Yang disebut Siwatma-tatwa dalam Wrhaspati-tattwa, maka dalam lontar mi disebut Atmika tatwa. Demikian pula istilah Dura sarwajna dalam Wrhaspati-Tattwa dalam lontar ini disebut Duratma.
Wrhaspati-Tattwa


Lontar ini cukup populer di kalangan para peminat sastra dan agama.
Isinya menguraikan tentang dialog antara Bhagawan Wrhaspati dengan Bhatara Siwa di puncak gunung Kailasa yang disajikan secara sistematis; ada teks Sansekerta dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa-Kuna.
Disebutkan bahwa ada 2 azas yang menjadi sumber segala. Kedua unsur itu adalah: Cetana dan Acetana Cetana maupun Acetana ini bersifat gaib (suksma). Cetana adalah azas kesadaran dan Acetana adalah azas ketaksadaran. Cetana dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu Paramasiwa-tattwa, Sadasiwa-tattwa, dan Siwa-tattwa. Pertemuan Cetana dan Acetana itulah nielahirkan antara lain Pradhana-tattwa, Triguna-tattwa, Triantah karana, Panca budindriya. Panca karmendriya. Panca tan matara, dan Panca Mahabhuta. Selain itu lontar ini juga banyak menguraikan mengenai ajaran yoga.
Isi lontar Wrhaspati-Tattwa dekat dengan ajaran Samkhya dan Yoga.






Ajaran Ketuhanan dalam lontar-lontar di Bali
a. Bhatara Siwa sumber segala.
Dalam lontar Bhuwanakosa dikatakan bahwa semua yang ada ini muncul dari Bhatara Siwa dan akan kembali kepada-Nya juga. Dengan demikian maka Bhatara Siwa adalah sumber segala yang ada, sama halnya dengan Brahman dalam Upanisad.
(Bhuwanakosa III, 82).
Yatottamam iti sarvve, jagat tatva vva liyate, yatha sambhavate sarvvam, tatra bhavati liyate. Sakwehning jagat kabeh, mijil sangkeng Bhatara Siwa ika, lina ring Bhatara Siwa ya.
Semua dunia ini muncul dari Bhatara Siwa, lenyap kembali pada Bhatara Siwa juga.
Segala yang muncul dari Bhatara Siwa itu sifatnya maya, bukan yang sesungguh nya dan merupakan dunia phenomena, yaitu dunia gajala yang tampak untuk sementara saja. Ibarat tampaknya bayang-bayang pada cermin, yang tampaknya saja ada namun sesungguhnya tidak ada, dan yang sesungguhnya ada berada di balik bayang-bayang itu. Adapun yang sembunyi di balik dunia ini, yang bersifat langgeng, hanyalah Bhatara Siwa sendi

Lebih jauh Bhuwanakosa menyatakan sebagai berikut :
(Bhuwanakosa III, 81).
Mayamatram idam rupam jagat sthavara jangamarn, Sivatma bhavate sarve sive tatva wa liyate
lkang jagat kabeh, sthavara janggama-waknya, maya swabhawanya, rupa Bhatara Siwa sahanannya, ikang rat kabeh, i wekasan lina mare sira.
.
Semua dunia ini, tumbuh-tumbuhan, binatang wujudnya, maya sifatnya, wujud Bhatara Siwa itu semuanya, semua dunia ini pada akhirnya lenyap kepada-Nya
(Bhuwanakosa III, 71).
Tatvani sanharet bhuyah liyante tatvake punah, salilan eka tat sarvve, drstopi vuvudhah yatha, Mangkana pwa Bhatara Siwa, irikang tattwa kabeh, ri wekasan lina ri sira muwah, nihan drstopamanya, kadyang-ganing wereh makweh wijilnya tunggal ya sakeng wway
Demikianlah Bhatara Siwa, pada semua tattwa, pada akhirnya kembali lagi ke dalam dirinya. contohnya seperti halnya buih banyak munculnya (namun sesungguhnya) tunggal dari air. Dan uraian kutipan di atas ternyata segala yang ada ini mengalami muncul, mengada dan meniada. Dalam hubungan inilah Bhatara Siwa dipandang sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pemralina segala yang ada.
Bhuwanakosa III, 78).
Brahma srjayate lokam visnave palaka sthitam, rudretvesangharas ceva, trimurtih nama eva ca. Lwir Bhatara Siwa magawe jagat, Brahma rupa siran panrsti jagat, Wisnu rupa siran pangraksa ng jagat, Rudra rupanira mralayaken rat, nahan tawak niran tiga. bheda nama
Halnya Bhatara Siwa menciptakan dunia ini.
Brahma wujudnya waktu menciptakan dunia ini.
Wisnu wujudnya waktu menjaga dunia ini.
Rudra wujud-Nya waktu mempralina dunia ini
Demikianlah tiga wujud-Nya (Trimurti) hanya beda nama.

b. Bhatara Siwa bersifat immanent dan trancendent.
Ajaran Ketuhanan yang termuat dalam lontar-lontar tattwa di atas, azasnya bersumber pada kitab-kitab Veda dan Upanisad sebagaimana telah diuraikan di depan. Jika dalam Veda Tuhan disebut Tat dan dalam Upanisad disebut Brahman maka dalam lontar-lontar itu Tuhan dipanggil Bhatara Siwa
Bhatara Siwa bersifat immanent dan juga trancendent. Immanent artinya bahwa beliau hadir di mana-mana, sedangkan trancendent artinya bahwa beliau mengatasi pikiran dan indriya manusia. Hal
ini dengan jelas tampak dalam sloka berikut:
(Bhuwanakosa II, 16).
Sivas sarvagata suksmah, bhutanam antariksavat, acintya mahagrhayante, naindriyam parigrhyante. Bhatara Siwa sira wyapaka, sira suksma tan kneng angen-angen, kadyangganing akasa sira, tan kagrhita dening manah mwang indriya.
Bhatara Siwa meresapi segala, Ia gaib tak dapat dipikirkan, seperti angkasalah Ia, tak terjangkau oleh pikiran dan indriya

Berdasarkan bunyi kutipan di atas dengan jelas dikatakan bahwa Bhatara Siwa meresapi segala, berarti beliau hadir pada segala, hadir di mana-mana (immanent), berarti pula ada dalam pikiran dan indriya manusia. Akan tetapi juga tak terjangkau oleh pikiran maupun indriya itu sendiri. Ini berarti bahwa beliau mengatasi pikiran dan indriya itu sendiri (trancendent).
Bhatara Siwa juga bersifat berpribadi (personal) dan juga tak berpribadi (impersonal). Dalam aspeknya yang personal beliau adalah ayah (sah pita), lbu (sah matah), Saudara (sah mitra), Keluarga (sah vanduh), Guru (sah Guruh) dan sebagainya. Sedangkan dalam aspeknya yang impersonal, beliau bersifat tak terpikirkan (acintya), tak berawal. tengah dan akhir (anadi madhyantan). tak terbatas (amita). tak berbadan (agatram) dan sebagainya

c. Bhatara Siwa adalah Esa, berada di mana-mana dengan nama-nama yang berbeda
Sebagaimana juga ajaran Veda dan Upanisad dengan jelas menyatakan Tuhan itu Esa, demikianlah pula dinyatakan dalam lontar-lontar tattwa di Bali. Perhatikanlah kutipan benkut
(Jnanasiddhanta: 122)
Sa eko Bhagawan Sarvah
Siva-karana-karanam
Aneka viditah Sarvah
Caturvidhasya karanam.
Kalanganya:
Ekatvanekalva swalaksana Bhatara. Ekatwa ngaranya. kahidep maka laksanang Siwatwa. Ndan tunggal. tan rwa-tiga kehidepannia. Mangekalaksana Siwa-karana juga, tan paprabheda. Aneka ngaranya kahidepan Bhatara maka laksana caturdha. Caturdha ngaranya, laksana niran sthula-suksma-parasunya
Dia, Siwa Yang Suci adalah Esa, penyebab Siwa selaku Sebab Pertama; Siwa juga dipandang sebagai lebih dari pada Esa, karena karyanya bersifat empat. Ciri-ciri Siwa ialah Esa. Esa berarti bahwa oleh akal budi ditangkap sebagai sesuatu yang cirinya ialah kodrat Siwa yang sejati (Siwa-tat-twa). Dan ia dipandang sebagai yang Esa (Eka), bukan dua atau tiga. Satu-satunya ciri ialah sebab Siwa (Siwa-karana) saja, tanpa adanya perbedaan. Aneka berarti bahwa Ia dipandang sebagai bercirikan empat. Bercirikan empat berarti: sthula, suksma, para dan sunya. Bhatara Siwa Yang Esa itu dalam hal menjadi Hyangnya sesuatu memiliki nama-nama yang berbeda, antara lain :
(Bhuwanakosa, III. 9)
Prthivya sarvva ekayam.
salile bhava samsmrtah,
agno pasupati jneyam,
bayva isanam eva ca.
Nihan wibhaga Bhatara munggwing rikang tatva kabeh, sarwajna ngaranira, yang umandel ing prthiwi, Bhawa ngaranira yan umandel ing toya, Pasupati ngaranira yan umandel ing Sanghyang Agni, Isana ngaranira yan umandel ing bayu.
Inilah perincian Bhatara berada pada semua tattwa, Sarwajna namanya bila berada pada tanah. Bhawa namanya bila berada pada air, Pasupati namanya bila berada pada api, Isana namanya bila berada pada angin
(Bhuwanakosa, III, 10).
Akase bhagavan bhimah,
mahadevopi manasi,
tan matrasthe ca ugroyah,
tejase rudra ucyate.
Bhima ngaranira yan heneng akasa, kinahanan ta sira dening asta guna, Mahadeva ngaranira yan haneng manah, tan pawak, Ugra ngaranira yan haneng panca tan matra, Rudra ngaranira yan haneng teja, makuwak ahangkara
Bhima namanya bila berada di angkasa, dipenuhi Ia oleh asta-guna, Mahadewa namanya bila berada pada pikiran, Ugra namanya bila berada pada panca tan matra, Rudra namanya bila berada pada cahaya berbadan ahangkara.
Demikianlah nama-nama Bhatara Siwa yang Tunggal itu ketika berada pada panca maha bhuta, panca tan matra, manah dan ahangkara.
Sedangkan nama-nama Bhatara Siwa bila berada pada penjuru dunia ini adalah sebagai berikut :
1. Sanghyang Iswara di Timur
2. Sanghyang Maheswara di Tenggara
3. Sanghyang Brahma di Selatan
4. Sanghyang Rudra di Barat Daya
5. Sanghyang Mahadewa di Barat
6. Sanghyang Sangkara di Barat Laut
7. Sanghyang Wisnu di Utara
8. Sanghyang Sambhu di Timur Laut
9. Sanghyang Siwa di Tengah
Kesembilan perwujudan Bhatara Siwa ini disebut Dewata Nawasanga. Sanghyang Iswara, Sanghyang Brahma, Sanghyang Mahadewa, Sanghyang Wisnu dan Sanghyang Siwa disebut Panca Dewata. Pada Dewata Nawasanga ini Bhatara Siwa berada di Tengah sebagai inti. sentrum semua dewa. sentrum semua yang ada.
Selain nama-nama tersebut ada pula nama-nama Bhatara Siwa dalam aspeknya sebagai Panca Brahma. yaitu:
1. Sadyajata di Timur dengan wijaksara Sa atau Sang
2. Bamadewa di Selatan dengan wijaksara Ba atau Bang
3. Tatpurusa di Barat dengan wijaksara Ta atau Tang
4. Aghora di Utara dengan wijaksara A atau Ang
5. Isana di Tengah dengan wijaksara I atau Ing.
Wijaksara-wijaksara Sa, Ba, Ta, A, I atau Sang, Bang. Tang, Ang, Ing ini disebut Panca Brahmaksara, Wijaksara ini sangat sering dipakai dalam puja-puja di Bali.
Demikianlah antara lain nama-nama Bhatara Siwa yang tentunya masih banyak lagi namaNya yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar